Sabtu, Februari 26, 2011

Bekerja Atau Berkarya?

Kadang orang bisa "sok tahu" dan memberikan deskripsi atas hal yang sebenarnya tak diketahui olehnya secara pasti. Tentu saja deskripsi ini hanya bertujuan untuk proving his/her point saja.

Misalnya ketika aku membaca artikel berjudul sama dengan judul blog post kali ini di harian Kompas, 26 Februari 2011 di bagian Karier. Si penulis menggambarkan bahwa Google mengupayakan rasa bekerja di "perusahaan kecil" pada karyawannya sehingga karyawan bisa diapresiasi agar tetap kreatif dan tetap berkarya. Suasana kerja menjadi cair seperti organisasi kemahasiswaan atau relawan, hubungan dalam perusahaan seperti dengan "teman main". Dengan begitu persaingan yang terjadi adalah keinginan untuk melebihi karya dan buah pikir teman kerja.

Jadi penulis artikel menganggap bahwa secara idealnya bila sebuah perusahaan mempertahankan suasana "perusahaan kecil" maka karyawan terpacu untuk semakin produktif dalam berkarya. Betul, ini idealnya. Suasana seperti ini memberi kesempatan agar karyawan mengembangkan diri dan menumbuhkan potensi menjadi idealis. Istilah yang digunakan: mengembangkan idealisme profesinya.

Tentu saja aku menjadi sangat skeptis membaca tulisan ini. Asal tahu saja, aku sendiri bekerja dalam sebuah perusahaan kecil. Tetapi kondisi ideal tersebut di atas tak terjadi dalam perusahaan ini. Semua orang seperti menjadi santai dan seperti tak memiliki target pasti dalam bekerja. Pengawasan internal lemah. Koordinasi yang sering dilangkahi dan malah diabaikan. Intinya, it's a wreck.


Seperti itulah yang aku rasakan dan betapa sulitnya atasanku untuk menyadari hal itu. Beliau memang selalu melewati detail-detail yang sebenarnya dibutuhkan lalu saat terjadi masalah maka siapa lagi yang harus menjalankan proses perbaikan selain aku?

Heh, seperti James Gwee pernah bilang, aku juga merasa seperti itu, Pengusaha itu banyak yang "Gimana entar," saja dan bukan "Entar gimana?"

Artinya, lebih baik dicoba dan dijalankan sekarang dan berimprovisasi along the way yang mana sebenarnya tak kurasa cocok dengan cara kerjaku. Itulah sebabnya aku merasa menderita dalam pekerjaan yang kulakoni ini. Lalu entah kenapa aku tetap bertahan dalam posisi ini. Mungkin inersiaku sudah terlalu besar sehingga aku tak mampu lagi bergerak dan menyelamatkan diri sendiri untuk mencari tempat berkarya yang lain.

Yang kulakoni sekarang ini adalah Bekerja saja dan bukan lagi Berkarya. Sial.

Kamis, Februari 10, 2011

Melelahkan Kalau

Aku harus menanyakan hal yang sama berkali-kali ke atasan sendiri yang sepertinya menunda-nunda untuk memberikan jawaban padahal menurutku hal tersebut mendesak untuk dijawab agar bisa di-follow up.

Rabu, Februari 09, 2011

Masih Tak Jelas

Bekerja menghadapi birokrasi memang menyulitkan dan serba tak jelas. Mau diterabas juga tak bisa mengingat bahwa aku tak punya channel tingkat tinggi.

Sekarang banyak hal kami terkatung-katung dan kurasa seorang atasan seperti atasan yang aku punya mengharapkan aku bisa memecah kebuntuan dan menemukan jalur sendiri sebagai akses untuk membantu perusahaan mendapatkan proyek.

Tantangan, memang.

Tetapi rasanya kok berat sekali? Sebagai seorang yang mudah merasa putus asa, hal ini membuatku mengalami kesulitan makan dan tidur.

Segalanya masih tak jelas. Tetapi apa adaya, harus dilakukan, diusahakan, diperjuangkan.

Semangat!

Kamis, Februari 03, 2011

Huh! Kesal!

Mengapa ini kubiarkan terjadi lagi dan lagi kepadaku?

Mengapa aku simpan sendiri rasa marah dan emosi negatif lainnya?

Mengapa aku tetap mau mengemban tugas yang hanya menyulitkan diri sendiri seperti ini?

Brengsek. Aku memang bodoh.

Aku biarkan protesku tak didengarkan. Aku biarkan diriku menanggung kesalahan orang lain dan mengkoreksinya demi nama bersama.

Aku biarkan diriku sendiri dimarahi karena dinilai "hanya mengeluh soal orang lain dan bukannya mencari solusi" serta "bukannya mengajarkan apa yang benar agar tidak terjadi kesalahan lagi di kemudian hari".

Aku biarkan diriku menerima omong kosong itu.

Brengsek. Bisa dikonfirmasi bahwa aku memang bodoh.