Minggu, Maret 28, 2010

Kembali Lagi Ke Topik Lama

Betapa aku tak menyukai bagian pekerjaan yang ini. Besok ada janji ketemuan dengan seorang wartawan tanpa surat kabar yang kucurigai adalah semacam wartawan amplop yang berniat mempertemukanku dengan seorang kepala desa dan seorang camat di wilayah tempat pekerjaanku kali ini berlangsung.

Memang aku butuh bantuan yang bisa didapat untuk membantu kelancaran pekerjaan apalagi sekarang ini ada provokator yang mempengaruhi – lebih tepatnya memperkeruh – suasana menjadi tidak kondusif. Tetapi tentu saja bantuan yang kudapat bila ternyata memiliki label harga tertentu membuat segalanya menjadi lebih sulit. Maksudku, tentu saja aku terikat pada nilai anggaran tertentu, bahkan bila anggaran itu memasukkan pos pengeluaran darurat yang tak masalah bila tak memiliki tanda terima. Juga bila memberikan kontribusi ke figur-figur tertentu termasuk mereka yang memngenakan seragam ke kantornya masing-masing.

Perlu diingat kalau anggaran membatasi sebesar apa bantuan yang bisa kuusahakan dan seharusnya kumanfaatkan seoptimal mungkin. Inilah yang kadang kurasa menjadi masalah yang membuat hidup tidak tenang. Banyak sekali pihak yang mengejar dan memaksakan sesuatu dan/atau hal lainnya karena semua ingin mendapatkan komisi terlepas dari apakah bantuannya memang diperlukan atau ternyata malah hanya jadi merepotkan saja.

Seperti yang kubilang di atas, bagian seperti ini adalah aspek yang tak kusukai dari pekerjaanku saat ini. Sejak dari lima tahun yang lalu aku sudah nyatakan secara eksplisit kalau aku tak suka dan kalau bisa memilih tentu saja tak akan bersedia membantu aspek pekerjaan ini. Sayangnya pilihan itu tak bisa kulakukan karena itu akan mempersulit jalan rezeki perusahaan.

Bah, seharusnya daripada meracau saat hampir tengah malam seperti ini, sebaiknya aku tidur. Istirahat. Besok adalah hari yang sangaaat panjang.

Senin, Maret 22, 2010

Mungkin Esok Muncul Masalah Baru?

Aku merasa sangat pesimis. Esok itu rencananya adalah aku menemui seorang wakil pemilik lokasi dan menyampaikan kabar kalau semuanya batal. The deal is off. Bukan salahku memang. Tetapi tentu saja sebagai penyampai pesan, bukan tak mungkin segalanya ditimpakan kepadaku. Kenapa?

Gampang. Karena aku ada di depan mata.

Aku tak terlalu mempersoalkan itu. Zaman sekarang tak mungkinlah sampai aku dibacok golok karena itu apalagi ada alasan yang tepat buat diajukan.

Yang jadi masalah adalah sifat alami manusia. Tentu saja dia bukan tidak mungkin berubah menjadi dengki dan iri hati lalu berniat mengacaukan perpindahan lokasi yang MUNGKIN saja terjadi – lagi-lagi tergantung kabar esok. Tetap saja aku harus bersiap-siap menghadapi taktik culas penggagalan pekerjaanku karena atasan di pusat tidak akan peduli soal jungkir-baliknya orang di lapangan. Bagi mereka semua bisa diselesaikan dan HARUS BISA diselesaikan. Because, that’s why we paid you to do.

That really sound fabulous. Amusing. Sh*tty marvelous!

Aku harus mempersiapkan diri untuk tampil besok dengan wajah penuh ketulusan dan tutur kata halus menyampaikan permohonan maaf. Atau berpura-pura atas itu semua. I hate this part of the job but feigning is what people do to conceal the reality.

Kamis, Maret 18, 2010

Bersamamu

“… hidupku kan damaikan hatimu / diriku kan slalu menjagamu / izinkan ku slalu bersamamu …”

Tadi siang aku memutuskan untuk mendengar sebuah stasiun radio swasta di daerah Kemang dan kebetulan mereka membuat kuis yang meminta pendengar menebak nama band yang menyanyikan lagu yang bagian reff-nya kukutip di atas.

Entah kenapa mendengarkan lagu ini mood makin terasa turun dan makin sedih. Padahal aku tak memiliki kenangan khusus apapun dengan lagu ini tetapi kalau kucoba menebak maksud dari penciptanya entah kenapa aku justru merasa kesedihan padahal sepertinya bukan itu.

DSC_8923

Mungkin karena hari ini perasaanku dalam kondisi negatif termasuk ketika dianggap salah atas pemilihan kandidat akuisisi yang jelas-jelas di luar kekuasaanku karena pelaksananya adalah orang lain yang juga hanya menjalankan instruksi sampai ke titik koma tanpa berpikir untuk melakukan koreksi dan variasi saat menemukan kondisi yang kurang kondusif di lapangan. Memang sial. Nanti malam aku akan kirim e-mail menjelaskan posisiku saat pemilihan kandidat dilakukan dan ….

Sudah, itu saja. Aku yakin kalau aku tak akan mendapat permintaan maaf setelah dianggap – secara sepihak – melakukan kesalahan. Tetapi tak apa. Aku tahu orang itu tak punya kemampuan untuk meminta maaf dan bila saatnya tiba biarlah dia menerima karmanya.

Hanya saja semoga ketika balasan karma itu datang, aku tidak sedang berada di sana. Aku tak mau melihatnya dan aku tak mau tahu. Aku tidak dendam hanya saja aku memutuskan untuk tidak mempedulikannya.

Rabu, Maret 17, 2010

Stick To The Root?

You see, now I really have this thought that I should stick to blogging and not to wander off into the forest of social networking -- however badly I want to -- or even micro-blogging service. I always like reading, in fact, I spent a lot of time reading that when I buy myself a television and spent hours watching the tube, I occasionally muted that thing and start reading any book that was within the grasp of my hand.

So that is why it's been almost a month that I left my television set wrapped up on the table in my room and haven't watch it ever since I left for Denpasar on the last week of February for a brief work. I found that since I have a lot of books that need to be read through that watching television is a waste of time. Not that I decided against watching TV or the news that once so occupied my tube-time experience, it's just I can read online news and not feeling like I really miss something that's important.

Now here I am writing this post saying that I could -- emphasize on could -- be better of by spending my time reading books, writing something that probably never really get publised, or practicing some skill which been like years I left behind. Anything is better than spending the time watching television.

My root was like reading stuff and remembering unimportant fact. I shoud get back to it.

Or shouldn't I?

Senin, Maret 15, 2010

Menghindari Kerugian

Sebenarnya aku tak tahu apakah mereka berusaha menghindari kerugian -- which is something that I really doubt could happen -- atau memanfaatkan momen saja. Bayangkan, pada hari Senin yang kebetulan adalah hari terjepit, sebuah jaringan bioskop terkemuka di Indonesia menjadikan harga tiket menonton di tempat mereka menjadi harga weekend!

Wadefat?

Maksudku, ayolah berpikir: seberapa sih jaringan yang sudah pasti kaya itu? Seberapa pentingnyakah konsumen mereka dan apakah cukup berarti perasaan para konsumen tersebut? Pada hari kerja yang kebetulan adalah hari terjepit mereka menjadikan harga tiket mononton menjadi harga weekend!

Kurasa mereka tak peduli pada konsumen. Kurasa mereka hanya mengejar keuntungan semata. Kurasa mereka tidak menghindari kerugian. Kurasa mereka mengejar keuntungan saja. Dasar kapitalis!

Rabu, Maret 10, 2010

Apa Kabar Hari Ini

Itulah pertanyaan kutanyakan pada diri sendiri, "Apa kabarnya hari ini?"

Tentu saja aku menanyakan hal ini karena rasanya hari ini akan memunculkan hal baru untuk dipusingkan -- sangat optimis bahwa hal ini akan mendatangkan kerumitan baru -- di dalam kehidupanku yang sangat kuharapkan bisa santai dan sederhana.

Bertemu Pak Lurah dan semoga bisa bertemu Pak Camat di hari yang sama juga demi untuk mendapatkan selembar kertas rekomendasi atau bisa juga semacam surat pengantar yang intinya mendukung pekerjaan kami.

Bulls. Kita lihat sajalah nanti. Kalau masih bersambung besok dan lusa, ampun deh...

Selasa, Maret 09, 2010

Ga Ada Hentinya

Sepertinya gak ada hentinya kesulitan di kerjaan ini. Saat aku diminta mengakuisisi dan mengurus perijinan beberapa lokasi di sebuah daerah di Indonesia bagian tengah, ternyata peraturan walikota membuat hal itu tak dapat dikerjakan karena tak akan keluar permit-nya.

Sekarang di sebuah daerah di barat Pulau Jawa aku menemukan masalah yang mirip. Tak bisa keluar ijin bila tak melaksanakan pembangunannya di daerah-daerah tertentu. Apes.

Yang aku kira akan muncul adalah pertanyaan: "Kenapa tidak dari beberapa waktu yang lalu hal ini sudah coba dijajaki?"

Yeee... Meneketehe, Pak!

Artinya sekali lagi baik di barat maupun di timur aku menemukan problem yang mirip. Entah kenapa aku merasa tetap saja ada anggapan kalau kami tidak cukup kompeten. Brengsek.

Minggu, Maret 07, 2010

Menghilangkan Kepala

Seandainya saja bisa, untuk sementara, aku ingin bisa melepaskan kepala dari tubuhku sendiri.

Tak ada yang ekstrim atau maksud klenik lainnya -- hanya saja sampai sekarang aku sering mengalami sakit kepala.

Seandainya saja bisa, untuk sementara, tanpa kepala karena sedang diurus oleh pihak-pihak tertentu yang secara gaib bisa menarik lepas rasa sakit itu dari kepalaku lalu kemudian menempelkan kepala yang sudah "bersih" itu kembali di tempatnya.

Ah, khayalan absurd.

Setidaknya aku sudah mencoba sesekali meminum obat anti sakit kepala yang dijual bebas di pasaran. Murah dan kadang berhasil meredam rasa sakit.

Mungkin sudah saatnya aku mempertimbangkan bantuan profesional.

Jumat, Maret 05, 2010

Mengubah Kebiasaan Bekerja

Mulai sekarang sedikit demi sedikit aku melakukan perubahan pada caraku menghadapi pekerjaan:

Kalau bisa dialihkan ke orang lain, mengapa tidak?

Bayangkan saja kalau selama ini aku tetap mau melakukan ketika diminta mengerjakan laporan atau gambar atau hal lainnya sementara orang-orang lain menyia-nyiakan potensi diri dan kesempatan pengembangan kemampuan dengan hanya menjelajahi situs jejaring sosial atau tidur-tiduran atau hal lainnya yang bisa dilakukan di warung kopi terdekat. Selama ini pula aku cuma bisa melihat mereka sambil (sering) merasa iri menyadari bahwa tanggung jawab mereka cukup kecil dan ringan dibandingkan beban kerja yang aku pikul.

Ya tentu saja penilaian ini SANGAT subyektif. Tapi tentu saja sebagai seorang normal pasti berpikiran hal yang sama.

Jadi solusi elegan yang kulakukan adalah mulai sekarang berusaha melemparkan tugas ke orang lain kapanpun aku bisa. Untuk keberhasilan niat ini memang butuh keterampilan dan kreativitas dalam mencari alasan mengapa aku tak bisa melakukan suatu tugas tertentu tersebut.

Menurutku aku tak bersalah.

Sebagai seorang karyawan biasa, adalah hakku untuk memperoleh libur, bukan?

Lalu kenapa aku harus menerima ditempatkan dalam keadaan di mana aku sering harus lembur bekerja sendirian sementara semua orang sudah pulang pada jam lima sore? Tidak adil.

Selama ini aku terlalu bodoh merelakan diri untuk dimanfaatkan.

Aku tak mau diperbodoh lagi. Aku mau melawan dengan caraku sendiri. Aku tak mau meng-cover tugas orang lain. Aku tak mau harus memperbaiki kesalahan hasil laporan atau pekerjaan orang lain -- apalagi orang tersebut merasa hasilnya baik-baik saja dan "kalau tak terima hasil kerjaan gue, lu aja yang perbaiki!"

Kalau kalian menganggap aku jahat atau licik, aku tak peduli.

Kalian tak merasakan apa yang kurasa selama ini.

Rabu, Maret 03, 2010

Kebebasan Untuk Memuja Apapun.. Bahkan Memuja Kehancuran

Apa yang kau bisa percaya bila tak lagi bisa membedakan benar dan salah? Di mana lagi kau yakin berpijak kalau bukan di atas tanah? Tak ada manusia yang bisa berdiri di awan dalam arti sebenarnya karena yang ada hanyalah sebentuk kiasan.

Aku ingin mengalami. Aku ingin menikmati. Tapi dalam hidup saat ini lebih banyak mendapatkan depresi dan sakit hati.

Buat apa takut dosa kalau dalam hatimu kau tak yakin pada Tuhan maupun Setan? Tak percaya pada Surga dan Neraka? Merasa tak ada "keselamatan" dan "hidup setelah mati"?



Bagaimana rasanya menjadi hidup kembali. Kau tahu hidup ini singkat dan tak ada orang yang bisa hidup selamanya dalam tubuh yang sama.

Semuanya akan tiada, pada akhirnya.

Biarlah kalau begitu aku menikmati dunia dengan caraku. Dengan melakukan pemujaan. Menikmati dalam menghambakan. Berikanlah aku kebebasan untuk memuja. Menikmati menjadi hamba atas apapun. Siapapun. Yang kupilih sendiri. Bahkan memuja kehancuran itu sendiri.